Powered By Blogger

05 September, 2010

Penggalan kenangan

WAKTU AKU KECIL

Ku ingat waktu aku kecil
Tinggal di desa yang terpencil
Kawanku kecil-kecil
Karena tumbuhnya kerdil

Sering diberi air tajin
Katanya biar rajin
Tak pernah dimandiin
Dakinya sangat asin

Senangnya main lumpur
Karena hujan sering mengguyur
Makannya cukup dengan sayur
Tak pernah diberi bubur

Perutnya pada buncit
Usus sering sembelit
Karena cacing pada menjerit
Sehingga sering keceprit


SEKOLAH DASAR

ku ingat waktu di sekolah dasar
anak-anaknya kasar
karena bergaul dengan orang-orang pasar
yang sering kesasar

walaupun anak-anaknya nakal
banyak orang dibuatnya kesal
tidak pernah pakai sendal
karena orangtua tak punya modal
tapi bukan anak bebal
karena cepat menyesal

bajunya pada dekil
sering main di batu kerikil
kelihatannya tengil
tapi akalnya seperti si kancil

rambut jarang di sisir
guru sering mengusir
sambil telinga diplintir
yang lain lari kaki terkilir

kami main bola kasti
tapi lebih sering bola kaki
biar sehat jasmani
agar jadi anak pandai

MENENGAH PERTAMA

seragam putih biru
tak lupa memakai sepatu
ayun langkah maju
ntuk meraup ilmu

kami tinggal di jalan pelajar
dalam asrama tanpa kamar

kawan tidur sejajar
saya lebih dulu terkapar
di atas lusuhnya tikar

aku mulai tumbuh kumis
melintang tipis
di atas bibirku yang manis
tapi kadang juga bau amis

aku mulai kenal pacar
namanya Sekar
di sekolahku dia tenar
karena anaknya pintar

hari sabtu pulang kampung
ambil singkong dan jagung
bawa ke asrama pake karung
kadang juga sarung

02 September, 2010

Kekuatan Doa

Untuk membiasakan anak-anaknya berdoa seorang bapak selalu mengajak mereka berdoa sebelum dan sesudah makan. Kalau bapak atau ibunya lupa maka anak-anaklah yang mengingatkan mereka. Anak yang pertama yang sudah cukup pandai berbicara sudah hafal betul penggalan kalimat doa yang sering diucapkan ayahnya, .....ya Tuhan, berkatilah makanan ini. Amin.
Sekali waktu mereka sekeluarga pergi tamasya ke sebuah taman yang terkenal dengan bunga-bungaannya. Sesampainya di lokasi mereka segera mencari tempat untuk menggelar tikar agar nyaman untuk bersantai sementara si anak tidak diperhatikan sehingga dia segera berlarian di taman itu tanpa ada yang mengawasinya. Sedang asyik-asyiknya dia bermain sendirian tiba-tiba seekor singa yang kelihatanya sangat lapar  datang untuk menerkamnya lalu si anak segera mengambil posisi doa, mata tertutup lalu : "ya Tuhan berkatilah makanan ini. Amin". Setelah selesai melafalkan doanya lalu perlahan-lahan dia membuka matanya dia melihat singa itu berjalan lenggak-lenggok meninggalkan dia.

30 Agustus, 2010

Nenekku Tina

Nenek Tina sudah tinggal bertahun-tahun bersama kami sudah tua tetapi masih semangat serta pendengarannya sudah mulai berkurang, dari cerita bapakku nenek Tina ditinggal mati oleh suaminya dan mempunyai seorang anak karena dia tidak mampu mengurusnnya maka keluarga pihak suaminya ambil alih serta nenek Tina diusir dari keluarga suaminya.Dia pulang ke kampung lalu bapakku menampungnya, kami sudah menganggapnya seperti nenek kami sendiri dan seingatku bapak atau ibukku tidak pernah memarahi nenek Tina mungkin karena nenek Tina disamping tidak banyak bicara juga rajin walaupun sudah tua.
Suatu pagi bapak menyuruhnya ke sawah untuk menghalau burung pipit yang hobinya makan padi karena padinya sudah mulai berisi. Jarak dari rumah ke sawah tidak terlalu jauh apalagi pada saat itu semua binatang piaraan terutama babi dan ayam yang tinggal sekitar rumah tidak pernah di kandang masih hidup bebas sekitar kampung.
"hah!", jawab nenek Tina pertanda apa yang diucapkan minta diulang. "ngo sili po'ong hau lami peti", bapak mengulangi ucapannya di depan wajah nenek Tina. "e......", lalu nenek Tina berangkat dengan penuh semangat.
 Kurang dari jam 12 siang bapak mengajak saya untuk mengantarkan makanan jatah nenek Tina. Mendekati sawah sesekali kami mendengar suara nenek Tina menghalau burung pipit. Setelah sampai di pinggir sawah apa yang bapak dan saya lihat jauh dari apa yang bapak harapkan. Nenek Tina benar-benar hanya menghalau burung pipit yang sesekali datang bergerombol sementara ayam berjejer di setiap pematang sawah sedang pesta pora makan padi sementara di pinggir sawah dan di beberapa pematang  babi sedang menjungkir balikkan batang padi dengan mulutnya (oncor) dan bahkan ada bagian pematang sawah sudah digulingkannya lalu menimpa batang padi. Bapak segera berteriak menghalau ayam-ayam tersebut lalu meraih batu melempari babi-babi yang sedang asyik menggali.  Setelah ayam-ayam dan babi-babi itu pergi, bapak menghampiri nenek Tina yang sedang duduk di bawah pohon kopi sambil jari tangannya mencari kutu di dalam rambutnya. Kelihatannya bapak marah : "Lopo!! co'o tara toe sik'd ela agu manuk sio bao?", dengan santainya nenek Tina menjawab seolah tak bersalah: "ae.....cala jera mai lami peti bo aku e..."



Lopo Tina......lopo Tina!

18 Juni, 2010

Bahasa Malaysia-nya aku cinta kamu.

Saya punya teman namanya Alo sedang naksir seorang gadis di kampung sebelah namanya Ela cuma Alo tidak berani mengatakan cinta maka saya sarankan untuk mengirim surat saja biar saya yang memberikannya kepada Ela.
"Ela kan tidak bisa baca", tanya Alo.
"Itu gampang, dia kan punya teman Lili yang baru pulang dari Malaysia", jawab saya meyakinkan Alo.
Surat pun ditulis lalu saya berikan pada Ela dan tak lupa saya bilang sama Ela minta tolong saja pada Lili untuk membacakan suratnya.
Suratpun dibalas sama Ela, satu lembar yang lebar tulisannya hanya satu kalimat yaitu : ba ba ba, bi bi bi.
Alo bingung! Saya pun lebih bingung, Apa maksudnya. Saya dan Alo penasaran lalu Alo menemui Ela menanyakan perihal isi surat kira-kira apa arti dan maksud dari kalimat yang ditulisnya.
 "ae... kata si Lili itu bahasa Malaysia", jawab Ela sambil menunduk pura-pura malu melintir ujung rambutnya.
"Artinya apa?" tanya Alo penasaran.
 "aku cinta kamu". jawab Ela sambil membenahi roknya yang tertiup angin
"OOOOOOOOOOhhhh", jawab Alo senang dan senang.

30 Mei, 2010

PUCEK

Di kampung saya obat tradisional yang paling terkenal dan manjur, bisa mengobati segala macam penyakit yaitu “pucek”. Bahan utama pucek yaitu kemiri dibakar sampai hangus lalu dihaluskan sampai berbentuk jelly, boleh dicampur dengan dedaunan tergantung jenis penyakit serta tingkat keparahan dari penyakit tersebut lalu dimasukkan lewat lubang anus (secara medis ada juga pengobatan seperti ini). Jarak beberapa rumah dari rumah kami ada sebuah rumah yang dihuni oleh dua bersaudara, kakaknya laki-laki namanya Rego dan adiknya perempuan namanya Umas keduanya tidak menikah sampai usia lanjut. Suatu ketika si kakak sakit, perut kembung dan sedikit buang-buang air maka obat yang paling manjur untuk jenis penyakit seperti ini adalah pucek. Si adik perempuan (Umas) tadi menyiapkan bahan untuk pucek lalu menyuruh si Rego untuk tidur miring kalo bisa lutut sampai ke dagu. Kerena cahaya lampu pelita kurang cukup serta si Umas kurang tajam penglihatannya maka dia mulai meraba-raba daerah sekitar pantat untuk mencari lubang anus tempat proses pucek dilakukan. Si Umas tidak segera menemukan lubang anus tetapi meraba sesuatu yang agak kenyal-kenyal yang keluar dari sela-sela pahanya si Rego maka dia pun bertanya sedikit kwatir : “de….Rego ru’u de hau so’o”, sambil mengoles ramuan untuk pucek. “Toe ta…… Umas ruha situ”, jawab Rego sambil menahan geli, Keduanya saling berdebat mengenai ru’u dan ruha tanpa terasa ramuan untuk pucek sudah habis dioleskan pada “ru’u” tidak di masukan pada tempat yang semestinya.

13 Mei, 2010

Perah susu sapi.

     Cerita ini terjadi di peternakan sapi perah. Setiap hari para pekerja di peternakan itu memeras susu sapi tentu saja demikian karena itu merupakan profesi atau pekerjaannya tetapi semakin lama semakin bosan dan jenuh dengan pekerjaanya sehingga susu yang dihasil selalu berkurang dari hari ke hari.
     Pemilik peternakan bingung dan bertanya dalam hatinya kenapa para pekerjanya seperti itu sehingga dia segera mencari akal agar para pekerjanya semangat lagi. Malam-malam dia mengambil sepidol lalu menyusup ke kandang di mana para sapi piaraanya sedang terlelap tidur lalu pelan-pelan dia menulis nama-nama artis cantik ibukota di setiap susu sapi.
     Keesokan paginya para pekerja mendatangi sapinya masing-masing untuk diperas susunya. Begitu mereka membaca tulisan di susu sapi ada Desi, Steffi, Cintya dan lain-lainnya dengan semangat 45 mereka memeras susu sapi sehingga menghasil susu segar 3 kali lipat dari biasanya. seorang pekerja kelelahan lalu duduk bersandar di tiang kandang sambil mengipas-ngipas, badan penuh keringat, matanya memandang sapi yang baru saja selesai diperas susunya sambil menggeleng-gelengkan kepala dia berkata: " adoh.... Desi!!  susumu oke juga".

27 April, 2010

Kopi Tepung (kopi bubuk)

Pagi itu entah ada urusan apa ibu lalong menghilang saat bapak lalong bangun pagi untuk segera berangkat ke sawah membersihkan rumput yang tumbuh liar di pematang sawahnya. Bapak lalong ke dapur dia perhatikan tungku api tidak ada tanda-tanda kalau tadi pagi ibu lalong menyalakan api, tanpa memikirkan banyak hal lagi dia meraih perlengkapan ke sawah lalu melangkah ke luar, depan pintu keluar ada sebuah pensil mungkin terjatuh dari kantong plastik buku anaknya yaitu si lalong, dia meraih pensil tersebut lalu menulis sesuatu di daun pintu bagian luar dengan harapan kalau ibu lalong pulang di akan membaca tulisannya.
Sudah dua pematang sawah dibersihkannya dan tiga ekor katak ditangkapnya namun ibu lalong belum juga muncul sementara dahaga akan nikmatnya minum kopi semakin gencar menyerang batang tenggorokkan apalagi tadi pagi tidak sempat menikmati manisnya kopi seduhan ibu lalong membuat dada ini ingin meledak tetapi karena  bapak lalong ini di kampungnya terkenal dengan kesabarannya maka segera dia mengurungkan niatnya marah agar imej yang melekat pada dirinya tidak luntur maka diapun kembali meraih alat pemotong rumput
Melihat bapak lalong sedang serius memotong rumput di pematang sawah maka niat untuk menggoda dalam pikiran ibu lalong muncul. Dia raih sebuah batu lalu melempar dan jatuh kira-kira 3 meter di depan bapak lalong. Bapak lalong spontan kaget, berdiri melongok ke depan tengok kiri tengok kanan, sepih, tidak ada siapa-siapa, dalam hati bapak lalong menerka-nerka kira-kira siapa gerangan yang melakukan itu sebab kalau setan siang-siang begini tidak mungkin pasti malu sama siang. 
Di balik alang-alang ibu lalong geli menahan tawa melihat reaksi dari bapak lalong karena reaksi seperti itulah yang dia harapkan. Tak tahan menahan gelinya maka dia keluar dari persembunyiannya sambil ketawa cekikikan. Bapak lalong tak merespon ketawa-ketiwinya ibu lalong dia hanya menanyakan satu hal yaitu : kopi!!
"Kopinya mana? kan saya sudah tulis pesan di pintu, masa kamu tidak bisa baca percuma saja kamu sampai kelas enam SD", demikian sergah bapak lalong disela-sela salah tingkahnya ibu lalong.
Dalam hati ibu lalong bertanya sejak kapan bapak  lalong ini bisa menulis, makan sekolahan saja tidak pernah tetapi hari ini dia bisa menulis, "saya tidak melihat tulisan apa-apa di depan pintu" jawab ibu lalong di tengah-tengah kebingungannya memikirkan bapak lalong yang tiba-tiba bisa menulis. Tanpa memberi jawaban bapak lalong meraih tangan ibu lalong sedikit menyeret "ayo kita lihat di pintu". dan mereka pun berjalan tarik menarik.
Sampai depan pintu bapak lalong menunjuk-nunjuk  di daun pintu, "ini! kamu lihat ini, ini bacanya:  k o p i  t e p u n g", ibu lalong memperhatikan dengan cara seksama dan dalam tempo yang tidak jelas, karena memang tulisannya  tidak jelas hanya sekumpulan titik-titik tidak beraturan, daripada tragedi rumah tangga terjadi maka ibu lalong diam-diam menyusup ke dapur dengan penuh maklummmmm........

05 April, 2010

Mencuri ikan


Kami punya kolam ikan bersebelahan dengan kolam ikan milik tetangga hanya dibatasi oleh sebidang lahan  ditumbuhi pohon bambu yang rimbun. Kakak perempuan persis diatas saya  agak kador (nakal) sepulang sekolah dia ajak saya untuk mencuri ikan milik tetangga, "Iku ta ngo tako ikang dise Tinus tite ye!" (Iku kita mencuri ikannya Tinus ya).  Saya nurut saja karena makan ikan itu enak apalagi ikan hasil curian enaknya melebihi ikan milik sendiri atau ikan yang dibeli di pasar. Sampai di pinggir kolam kakakku tengok sana tengok sini kaki perlahan-lahan  turun ke dalam kolam berusaha sepelan mungkin agar tidak menimbulkan bunyi yang bisa membuat suasana kacau saya hanya menonton dari pinggir kolam melihat kakakku mulai menggiring ikan ke pinggir agar ikan-ikan itu masuk diantara rumput-rumput yang tumbuh menjulur ke dalam bak sehingga mudah menangkapnya. Kulihat kakakku mulai memasukan ikan ke dalam sarung yang dililitkan di pinggangnya yang sudah dipersiapkan sebelumnya, ikan-ikan itu bergerak-gerak dalam sarung berusaha melepaskan diri.
Tiba-tiba ada suara seperti batu dilemparkan ke dalam air dan suara itu datangnya dari sebelah yaitu dari arah kolam ikan kami, kakakku memberi isyarat kepadaku agar tetap tenang dan bicaranya agak pelan lalu bisik: " Am hi ema hitu lau bak dite mai arep remang teing mbe (mungkin bapak sedang motong rumput untuk kambing ), kakakku segera keluar dari dalam kolam lalu menggandeng tanganku menuju pohon bambu untuk bersembunyi sambil mengintip ke arah kolam kami apakah betul suara tadi adalah suara yang ditimbulkan oleh bapak, saya mengikuti gerak-gerik kakakku menunduk di bawah rimbunan pohon bambu dia menyingkap daun-daun bambu untuk mengintip. Apa yang kami saksikan jauh dari apa yang kami duga. Tinus dan saudaranya sedang menggiring ikan ke pinggir kolam persis seperti yang dilakukan kakakku dikolamnya Tinus tadi. "go...ise Tinus tako ikang dite's (ya....Tinus mencuri ikan di kolam kita)". Bingung! Mau teriak ada yang mencuri ikan tetapi kami sadar kami juga mencuri ikannya Tinus. 
 Saya lihat Tinus juga sedang tengok sana-tengok sini karena mendengar suara kayu patah yang diinjak kakakku lalu tidak berapa lama diapun keluar dari kolam dan meraih kantong plastik yang terletak di pinggir kolam tentu saja isinya pasti ikan. Kulihat Tinus dan saudaranya jalan terburu-buru tidak memperhatikan kondisi tanah di pinggir kolam yang labil sehingga Tinus terpeleset dan jatuh terjerembab ke dalam kolam  untung saja dia refleks memegang rumput yang tumbuh di pinggir kolam, melihat Tinus jatuh saya dan kakakku spontan tertawa geli sudah tak sadar kalau kami sedang bersembunyi, saya berusaha memegang mulutku sendiri menahan tawa tetapi karena dorongan untuk tertawa lebih kuat maka yang terjadi malah badanku gemetar menahan geli juga kakakku demikian.
"oe...! meu pasti tako ikang le bak dami ye! (oii...kamu pasti mencuri di kolam kami ya)", Tinus berteriak dari seberang kolam setelah membenah diri. "meu kole...tako ikang wa bak dami, ye....!"(kamu juga curi ikan di kolam kami, ye..!),

Saling  mencuri ikan.
Please dech!!!

10 Maret, 2010

Makan Siang

Hari sabtu kantor cuma sampai jam 1 siang, saya dan teman-teman biasanya ngelayap ngukur jalan jakarta ato itungin orang di mall  berdiri sampe pegel. Suatu saat kami sepakat untuk kongkow-kongkow di kost saya, kost saya memang markasnya teman-teman kerja yang senasib maksudnya masih bujang tapi belum lapuk berharap cepat laku. Jarak kantor dengan kost mungkin sekitar 200-an meter maka diputuskan jalan kaki saja sambil ngobrol ngidul-ngalor (bahasa mana sih ini, bener nggak ya tulisannya, pokoknya begitulah). Karena belum makan siang lalu mampirlah kami di warteg memesan selera masing-masing dibungkus untuk makan rame-rame di kost.
Nasi, sayur serta lauk sudah ada di hadapan masing-masing lalu saya bilang : "Ton lo sekali-sekali mimpin doa kenapa?", "Ah...jangan gue dong... gue ngga tau mulainya dari mana, amin dulu apa putra dulu, lo ajalah yang udah biasa.", Anton ngeles neh.
"Oke...oke... mau doa panjang apa pendek", "terserah lo dah" kembali Anton nyahut.
Entah kenapa dan sejak kapan saya dinobatkan untuk memimpin doa saya ngga tau maka kali ini juga kembali saya yang pimpin. Lalu menutup mata mulai mengucapkan kata doa, saya tau teman-temanku ini sudah lapar sekali maka sengaja saya doanya lama biar tambah lapar  nyebut A sampe Z. Lama kelamaan saya mendengar suara yang mencurigakan, ada bunyi cap-cap-cap, ada bunyi krenyes-krenyes, dan bunyi yang lain sehingga mengganggu konsentrasi maka segera menutup dengan Amin. Bukannya kompak mengucapkan kata amin malah disambut tawa riang mereka. "lagian........ doanya lama banget ngga tau apa? kita pada kelaparan" berbagai komentar untuk bikin amburadul makan siang.
Saya meraih piring nasi jatah saya, ikannya hilang, nasi dalam bungkusan acak-acak, alihkan pandangan ke piring mereka, makanannya sudah mau habis, punya Hadi masih sisa ikannya langsung saya sambar. "oiii ndrik liat dulu ikan lo di bawah nasi maen nyamber punya orang aje" Teriak Hadi sambil berusaha meraih ikan yang ada di genggaman saya. Sambil berdiri pindah tempat agar jauh dari Hadi saya mencari ikan di bawah nasi ternyata masih ada dan utuh, lalu saya angkat.. alamak....daging sebelahnya sudah hilang tinggal tulang berbaris rapi, tapi tak apa sisa ikannya Hadi masih lumayan. Sedang asyik-asyiknya saya makan tiba-tiba satu piring penuh tulang disodorkan depan saya tapi saya cuek karena perut tak bisa kompromi lagi sementara mereka asyik cerita tanpa judul seketemunya di mulut. 

Sahabat-sahabatku, banyak kenangan indah kala kita bersama yang sulit untuk dilupakan.

09 Maret, 2010

B i s u l

Kalo bisul numbuhnya di ketek,  waduh! nyabut bulu ketek susah, kalo numbuhnya di pantat? nah yang ini rada-rada susah, mau duduk pasti repot dan lengket di celana (dalam).  Saya jadi ingat teman waktu masih SD (bukan saya, ye.....saya tuh anak sehat, cerdas, baik hati dan tidak sombong) bisulnya numbuh di pantat kira-kira 5 cm dari lubang pembuangan. Di kelas duduknya selalu miring sesekali berdiri, guru pun maklumi. Sekali waktu ibunya iba melihat kondisinya maka dipanggillah seorang ibu yang ahli dalam mengobati perihal perbisulan. Otot pantat teman saya tadi  keriput banget dan item (harap maklum),  dia di suruh tidur tengkurep dan pantatnya nungging lalu si ibu mengeluarkan ramuannya yang sudah dipersiapkan dari rumahnya, dia membentangkan kulit keriput yang ditumbuhi bisul tadi lalu di tiup bisulnya dan daerah sekitarnya, mungkin karena tiupannya sepoi-sepoi maka bibir lubang pembuangan senyum-senyum, setelah meniup lalu komat-kamit membaca jampe-jampe. Tangan si ibu masih memegang otot pantat dan bibir siap-siap mau meniup yang kedua kalinya belum sampai udara dari mulutnya keluar malah lebih dulu angin yang menghembus dari lubang pembuangan teman saya tepat di depan mulut dan hidung si ibu, kontan saja si ibu terbatuk-batuk dan mual-mual, teman saya dimarahin oleh ibunya dan dicubit pantatnya karena berlaku tidak sopan. Teman saya menangis menahan sakit yang amat sangat sedangkan si ibu terus mual-mual.

Warning!!!
Jangan Kentut di sebarang tempat.


26 Februari, 2010

Tombo joak di ema Yosep

Rakang Ende deLulu.

Danong....keta (mede) ine wai agu ata rona toe di bae ngasang pake deko alas (termasuk ata tulis ho'o. hehee..). Ata rona donde pake deko banlon, ine wai deng kaut nae.  Hi Kajung (ende deLulu bentan ho'o ga ai hi Lulu anak ata ngaso'n) ngonde ngo sekolah, mai guru jera hi Yosep (Ema daku) agu manga ca haen hemong laku ngasang'n ga ngo kawe hi Kajung sampe regeng agu dade one sekolah. Kawe one mbaru toe manga terus ngo wa uma dise Kajung, reme keta di'a toko'n hi Kajung one sekang mai ise cua pengkut, bo wuli di Kajung landing cewe tenaga dise't cua. Pongo lise limen agu wa'in, nggaruk haju pering, rakang. hi Yosep musi main, lako coneng wa, ole....kengkel wa kemok taung nae di Kajung, ici nae di Kajung neho ata nginging hia, bo di pisa pa silin ta'ong liha, remon wa ga pencar liha, neho weter hiat olo mai. "ata co'o e.. Osep",  "ae.. mendo bail ne, asi dade'n ga nggo'o kaut tae tong toe regeng".
Neho diang jera ngo kawe kole le guru.


 Ela kina


"Ole.... ite, neka rabo com pesot kig aku toe ta'ong dendut" pamit di Wonsus ai srehang tana ga. Hi ema Yosep bao'g one wongka toe baen lemot ko co'oy ga. Aku kole hirus nggoleng wa loce. Toe di haeng pisa menit wa, denge lami sebek runing pe'ang tana terus uek ela. Mai tae di lopo Yosep (kaling toe di toko'y) : "Wonsus...... toe ela kina hitu e!!!", wale molor kaut di Wonsus pe'ang mai tana, "Ma'u popo.. ela kina",  "leti'p le hau'gta"  aor muing kami ca mbaru, to'o kole ata ngaing toko'n


24 Februari, 2010

Tentara

Suatu hari seorang anak bertanya pada bapaknya,

Anak : Pa...tentara itu kaya apa sih?
Bapak : Tentara itu nak..orangnya tinggi besar, rambut gondrong dan brewokan.

Selang beberapa hari kemudian, muncullah seseorang yang ciri-cirinya sama persis seperti apa yang disampaikan bapak tadi dan anak kecil itu begitu melihat "tentara" tadi lari tunggang langgang sambil berteriak  "ada tentara...ada tentara..." ibunya mendekat, anak tersebut langsung masuk menyusup ke dalam sarung ibunya, hanya beberapa detik dalam sarung ibunya anak itu menghambur keluar dan lebih histeris lagi, dan bapak tanya, "kenapa lagi?", "di dalam juga ada tentara" sambil menunjuk ke arah sarung ibunya.





22 Februari, 2010

Ongga to

Sepulang mencari kayu bakar dari hutan saya dan teman-teman (saya, Wonsus, Tindong, Sil dan Lius) pulang melewati sawah mungkin dua atau tiga hari yang lalu baru selesai dipanen. Karena hari masih siang kami sepakat untuk istirahat melepas lelah barang sebentar. Daripada duduk bengong maka kami bermain meniup trompet yang terbuat dari batang padi, bosan bermain  meniup trompet kami bermain salto dan guling-gulingan di atas  "lono woja".  Sendang asyik-asyiknya kami guling-gulingan di atas "lono woja" tiba-tiba ada suara memanggil nama saya, "Iku....Iku....elo...ular mese hio eta", serentak saya dan teman-teman menoleh ke arah sumber suara dan bergegas lari menghampiri Udis dan Seli yang sedang memandang dan menunjuk-nunjuk ke arah tebing bekas longsor. Sesampainya kami di tempat Udis dan Seli berdiri mereka menunjuk ke arah tebing bekas longsor tadi di mana seekor ular besar sedang berjalan berliuk-liuk di sela-sela tanah yang sudah kering karena sedang musim kemarau. Kelihatannya ular tersebut sangat bersusah payah berjalan karena setiap dia bergerak maka tanah yang kering segera jatuh ke dasar tebing. Kami semua asyik melihat pemandangan itu, mencoba melemparinya dengan batu setiap kali ada batu yang jatuh dekatnya maka ular itu pun berhenti lalu kami melemparinya lagi berharap ular itu jatuh menyusuri tebing.
Selang beberapa saat kemudian apa yang kami harapkan ternyata benar-benar terjadi. Ular tersebut terpeleset karena tanah kering yang dia lalui terpecah membuat dia jatuh menyusuri tebing. Melihat dia jatuh kami berlima berteriak kegirangan sedangkan Udis dan Seli lari menjauh. Kami berlomba melempari ular tesebut dengan batu entah berapa kali lemparan yang kami lakukan apakah ada yang kena atau tidak karena asal lempar saja kami tidak tahu persis, sampai di dasar tebing ular tersebut diam tak bergerak, kami berpikir mungkin dia sudah mati maka pelan-pelan kami mendekat, kami perhatikan ada beberapa bagian tubuhnya mengeluarkan darah, mungkin mendengar langkah kami  ular tersebut bergerak dan kami serentak mundur, semua jadi takut tidak ada lagi yang mau lempar atau berani untuk memukul mati ular itu, satu sama lain saling menyuruh tetapi tidak ada satu pun diantara kami yang berani. Ular itu pelan-pelan jalan sambil meninggalkan bekas darah dan masuk ke semak rumput kemudian menghilang. Karena hari semakin sore dan suasana di sekitar sawah sudah mulai gelap maka kami pun pulang ke rumah masing-masing.
Satu bulan kemudian kami sudah melupakan kejadian itu, Wonsus terkena panas tinggi kata ibunya semalaman dia sering mengigau dan mengeluarkan suara mendesis persis seperti suara ular. Lalu keesokan harinya disusul Sil, saya, Lius lalu Tindong dengan gejala penyakit yang sama, para orang tua kami tidak merasa curiga kenapa kami mengalami gejala yang sama karena rumah kami satu sama lainnya cukup jauh. Selama satu setengah bulan saya mengalami panas tinggi dan demam selalu pingin tidur tengkurap dan tangan mendepa, bapak dan ibuku bergantian begadang karena saya jarang sekali tidur, mata selalu melotot sesekali berkedip. Sudah bermacam-acam obat-obatan tradisonal yang dicekokin pada mulutku sebagiannya melumuri tubuh, tetapi selama itu tidak memberi dampak kesembuhan. 
 Memasuki penghujung bulan yang ke dua kondisiku sudah mulai membaik, sudah bisa duduk normal layaknya orang sehat sesekali minta sesuatu yang saya inginkan. Lius dan Tindong hanya mengalami panas, demam dan mengigau satu minggu lebih setelah itu sembuh, sedangkan Wonsus dan Sil belum ada perubahan, badan kurus, kulit tubuh mengelupas, kepala mengecil, rambut mulai rontok, bahkan Wonsus rambutnya sudah habis, kepalanya botak mengkilat. Para orangtua sudah mulai kwatir dan bingung apa yang akan dilakukan karena pengobatan selama ini tidak membawa dampak positif bagi kami bertiga terutama Wonsus dan Sil.
Tersiar kabar bahwa kami pernah melakukan ongga to ular (memukul tidak sampai mati hanya mencederai saja) lalu bapakku mengkonfirmasikannya pada saya, saya mencoba untuk mengingat-ingat kejadian itu karena belum bisa untuk konsentrasi penuh serta badan masih lemah lalu saya mengatakan ya, kami pernah melakukan "ongga to ular le Lesi". Maka bagi orangtua jelas sudah sumber penyakit yang kami derita selama ini.
Para orangtua dan beberapa kerabat sepakat untuk melakukan ritual peler di tempat di mana kami ramai-ramai melempar ular. Setelah melakukan ritual "peler", secara ajaib tiga hari kemudian kondisi saya membaik dan berangsur-angsur pulih juga Wonsus dan Sil, mungkin dua minggu setelah ritual "peler", kami bertiga sudah benar-benar sembuh tentu dengan penampilan yang berbeda dari sebelumnya, terutama Wonsus dan Sil, badan kurus, kepala plontos.Selama mengalami penderitaan itu tentu saja kami tidak masuk sekolah, seingat saya kejadiannya waktu saya kelas empat SD, sampai hari ini saya masih ingat.

14 Februari, 2010

Playboy Kampung

Baru saja hujan berhenti dan hari sudah menjelang sore dimana waktunya untuk pulang  setelah seharian bekerja di kebun. Pak Tolo sedang mengemas barang-barang hasil kebun untuk di bawah  ke rumah di mana  anak dan istri sedang menanti. Setelah beberapa menit dia berjalan dia mendapati Ibu Runge yang sedang bersusah payah berjalan karena memikul beban yang begitu berat. Di punggung menggendong keranjang yang penuh dengan ubi, daun singkong  dan pakan untuk babi piaraanya, tangan kiri memegang seikat kayu bakar di atas kepalanya dan tangan kanannya menjinjing bungkusan entah apa isinya. Sebagai tetangga kebun dan tetangga kampung yang baik dan rasa kasihnanya muncul tatkala pak Tolo melihat ibu Runge dalam kondisi seperti itu maka pak Tolo pun menawarkan jasa baiknya untuk membantu meringankan beban yang dipikul oleh ibu Runge. "Ho'o di we'ed kole ite bo a" demikian pak Tolo menyapa ibu Runge. "lengd keta mendo situ bo ga, mai campe laku's pola'd haju situ", "de..di'a eme nggitu ga, asa mendo kali tite" balas bu Runge sambil menurunkan kayu dari atas kepalanya tanpa merasa curiga dan kwatir. Dan mereka pun berjalan beriringan bu Runge di depan dan pak Tolo mengikutinya dari belakang. Hari semakin sore, jalan menuju kampung agak mendaki dan masih lumayan jauh. Lama kelamaan napas  pak Tolo semakin ngos-ngosan bukan karena jalan yang mendaki atau beban yang dipikul terlalu berat tetapi melihat  goyang pinggul yang diperagakan oleh bu Runge karena jalannya mendaki, langkahnya agak cepat seolah-olah menggoda pikiran kotor pak Tolo.. Dalam hati bu Runge berkata : am mael kraeng ho'o musi mai cai pola haju sua hujung. maka tanpa rasa curiga bu Runge pun menyarankan agar istirahat sejenak. "ole Tolo cala mael tite asi di cekoen",  "eng ta...Runge, ina kudut tae nggitu kole bo laku", dalam hati pak Tolo 'Ini kesempatan'.  pak Tolo buru-buru menurunkan kayu dari pundaknya lalu menghampiri bu Runge pura-pura membantu menurunkan keranjang yang digendong bu Runge, bu Runge pun tak mencurigai apa-apa atau sengaja memberikan angin segar kepada pak Tolo sehingga dia membiarkan tangan pak Tolo memegang keranjangnya serta menyenggol sana sini. Sejurus kemudian terjadilah hal-hal yang diinginkan oleh pak Tolo namun tidak diingini oleh bu Runge. Sekuat-kuatnya bu Runge meronta dan berteriak namun jauh lebih kuat dan besar tenaga yang dikerahkan oleh pak Tolo sehingg bu Runge pasrah dan menyerah tanpa mengerang.
Jarak beberapa meter di belang mereka  seseorang sedang mengintip 'pertarungan gulat tanpa ronde'  Runge dilawan/di bawah  Tolo. Tanpa menunggu sampai selesainya 'pertarungan' itu seseorang tadi langsung pulang dan melaporkan kejadian yang telah disaksikannya kepada istri dan suami dari masing-masing petarung dan sepakat untuk melaporkan kejadian itu kepada kepala kampung.
Setelah sampai di kampung mereka langsung dijemput oleh staf kepala kampung lalu disidang di hadapan kepala kampung, suami dan istri kedua 'petarung' dan warga yang sempat hadir. Setelah mendengar kesaksian dari masing 'petarung'  dan saksi kunci maka keputusannya pak Tolo di denda sesuai adat kampung :  ca ela wase lima, ca acu, ca manuk lalong, ce bongko tuak.




03 Februari, 2010

Satu Maju Sepuluh Mundur

Untuk memeriahkan perayaan ekaristi maka diadakanlah tarian persembahan. Para pembawa persembahan berdiri paling belakang dari barisan para penari dan para penari sudah mulai gerakan awal maka lagu persembahanpun di lantunkan serta Pastor melafalkan doa-doa persembahan.
 Pastor sudah melafalkan doa-doanya, lagu persembahanpun sudah selesai dinyanyikan, tapi para penari dan pembawa persembahan belum juga sampai depan altar, semua mata menoleh ke arah para penari, baris paling depan malah mendekati pintu keluar dan tentu baris paling belakang sudah berada di luar gereja yang tadinya sama-sama berdiri  dalam gereja dan tetap melakukan gerakan tarian, ya...karena tariannya itu tadi, satu langkah maju, sepuluh langkah mundur. Akhirnya Parstor teriak melalui pengeras suara, "yang bawa persembahan cepat ke sini, yang mau menari silahkan menari di luar.." Pastor juga manusia, bisa marah.

31 Januari, 2010

Ta'ang Nggepit

Eme pu'ung lando woja one sawa, pu'ung nitu main kole de lawo pesiar one petak sambil kerep pu'u woja, ngong-ngong pande aras kole's one pematang. Hi ka'e Winus  ata seber keta ngo ta'ang nggepit wa sawa, mane ca hi Pet (ata kesa laing, ise so'o donde keta gega lema'd)  ta'ang kole nggepit'n wa sawa dami,
Mai tae di Winus : "ta'ang apa'd kole no'o dehau nggepit situ ta.." ,
"ma'u e! ai lawo dedek dehau  so'o, ai hau'p ema'd lawo so'o ye" nggitu wale di Pet sambil lelo pate lawo.
Pas le gula cama kole's cai'd wa sawa la'at nggepit, di Winus hena lawo lempa/lawo mese, lelo di Pet hena  ngaing ular mese, landing perhati li Pet one sekitar nggepit ata hena ular hitu, "ba'ang keta e.. ular ho'o toe wuli du hena'n bao, pasti woja baling nggepit ho'o tepo taung, co'ot toe keta manga tepo ca pu'un woja so'o" nggitu nggut one nai'n
"Oe...ee..Winus!"ciek di Pet, "cala campe lawo daku hau ta..."
"Bo hau laku tong ta..peke le lawo ho'o kim sili'n, neka mangkong sebarang keta..." wale di winus agu lako kamping awo sekang.
Kaling.....olong hi Winus cai bao, ita liha nggepit di Pet hena keta lawo lempa, mai hia tukar agu ular ata hena one nggepit diha, poli hitu tepeng one puar sensus sambil gereng cai hi Pet. Woko ita liha hi Pet reme la'at ca ca nggepit, itu po tua hia du salang eta mai...




 

15 Januari, 2010

Tarik Tambang (mondo ara)

Biasa... dalam rangka memeriahkan HUT RI selain upacara bendera pasti ada berbagai macam perlombaan. Salah satu jenis lomba yang paling digemari oleh bapak-bapak yaitu tarik tambang karena menyedot banyak peserta.


Pengalaman yang paling menggelikan saya dan terkadang senyum-senyum sendiri kalau mengingat lomba tarik tambang di Watu Alo (dulu masih perwakilan kec. Ruteng) mempertemukan desa Poco dan desa Satar Ngkeling (kampung Ting merupakan yang terbesar).

Babak pertama sama kuat karena baru beberapa detik tarik menarik talinya putus, para peserta dari kedua desa sama-sama jungkirbalik (tinggilanggang) tentu saja mengundang sorak tawa penonton, sementara pesertanya masing-masing memasang wajah meringis menahan perih dan malu karena pononton terpingkal-pingkal. Permainanya dilanjutkan kembali setelah para peserta sudah siaga kembali, babak kedua gagal lagi karena aba-aba belum sampai hitungan yang ke 3, peserta dari poco sudah menarik duluan, membuat peserta dari satar nkeling sebagiannya lari mengikuti tarikkan, yang lainnya jatuh kesandung kaki sendiri karena pegangannya kuat tetapi tenaga untuk menarik belum dikerahkan, yang lainnya berdiri santai karena begitu ditarik mereka segera melepasnya.

Kejadian itu membuat peserta dari satar nkeling berang, sehingga suasana panas, ada yang protes ke panitia tidak terima diperlakukan seperti itu, ada yang mau mengejar peserta dari poco, sementara pononton tidak ada tenaga untuk melerai karena mereka masih ketawa menyaksikan kejadian itu, untung saja panitia bisa mengatasi situasi itu serta memberikan usulan kepada kedua peserta, kalau tidak dilanjutkan maka hadiahnya untuk panitia, peserta dari poco memberikan hak sepenuhnya kepada peserta dari satar nkeling untuk memutuskan, dilanjutkan silahkan, tidak dilanjutkan silahkan.

Panitia memberikan waktu 5 menit kepada kedua peserta untuk beruding. Peserta dari Poco mengatur strategi bagaimana caranya agar tarik tambang ini segera berakhir dan kemenangan dapat diraih.

Kedua peserta sudah siaga kemali kuda-kuda dipasang, menunggu aba-aba, 1..2...3..!! 1 detik, 2 detik,.....10 detik, "pre.tt..ttt..pett, pett,pet" peserta paling depan dari desa poco, kentuk, yang lainnya tetap menarik tambang sekuat-kuatnya tidak terprovokasi oleh suara kentut, sementara........peserta dari desa satar ngkeling mendengar suara kentut langsung turun stamina dan ada yang lasung ketawa ngakak, ada yang tesipu, situasi ini dimanfaatkan oleh desa poco mengerahkan tenaga, dengan sekali sentakan saja peserta dari satar ngkeling terseret-seret melewati garis batas, masih ada sisa satu orang peserta yang berada diujung belakang tali tambang mencoba memegang tali setelah pulih dari sakit ketawanya, hanya 2 orang saja dari poco yang menariknya, langsung terseret melewati beberapa orang.

Singkat cerita Poco menang.

04 Januari, 2010

Lati melaju

Manga ca ponakkan ngansang'n hi Wero (ngasang adong) toe di manga lancar mlaju, boto lonto bo  kesep mame hang wie aku uji hia mlaju.
Aku   : "Wero! mai  lonto ce'e ho'o, lati mlaju hau ye..."
Wero : "e....emong'n koe mlaju hitu! wa'n kali ga."
Aku   : "e...wero neka lagak keta hau, apa le hau mlaju'n pucu"
Wero : "(pura-pura pikir)    dem-dem"
Aku   : "hua ha ha...toe dem-dem runing'n kali hitu, pucu mlaju'n jantung"
Wero : "de....bo kudut hitu laku bao, landing one mu'u kaut"
Aku   : "ho'o kali ga, eme bae le hau tong hau cuci piring wie ho'o"
Wero : "de ge....calat apa bo ga, ina bo cuci piring konem toe maleng jera, Wa'n kali ga.."
Aku   : "apa le hau mlaju'n bekek"
Wero : "de..kali'ng hitu bo, cala L pertama'ne.."
Aku   : "hihih..L apa kole dehau gta...Wero! eng ... wa'n kali ga!"
Wero : "Lembar...."
Aku   : "huahhhaaa.....e...wero pande wae tuka hau (tawa kole hi wero) neka..neka tawa kole hau ta...wero"
Aku   : "eme toe kole bae le hau ho'o tong...asi lati mlaju'm hau ga, kong mlaju hang tete, apa mlaju'n usang repis"
Wero : "Hujan satu-satu"
Aku   :!!???#@#@#@%$^*()%$~!#